For Your Information :)

Rabu, 18 Desember 2013

Sistem Berbasis Kartu Cerdas

Aplikasi Smartcard Berbasis Sistem Pelayanan Kesehatan Di Indonesia 





Sejak ditetapkannya Indonesia Sehat 2010 sebagai visi Kesehatan, maka Indonesia telah menetapkan pembaharuan kebijakan dalam pembangunan kesehatan, yaitu paradigma sehat yang inti pokoknya adalah menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia, kesehatan sebagai investasi bangsa dan kesehatan sebagai titik sentral pembangunan nasional (Budiharto,dkk , 2006). Sehubungan dengan hal ini maka perlu dikembangkan sistem informasi kesehatan nasional dan kesehatan daerah yang terpadu yang mampu menghasilkan data/informasi yang akurat, tepat waktu dan lengkap, sehingga mampu menjadi bagian utama dari pengambilan keputusan, khususnya bagi institusi pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit dan puskesmas.


Smart card merupakan salah satu pengembangan sistem informasi kesehatan yang telah dikembangkan di negara-negara maju seperti negara-negara di Eropah. Smart card, seperti artinya yaitu sebuah kartu cerdas yang di pegang oleh klien dan tenaga kesehatan untuk dapat mengakses dengan mudah data kesehatan klien secara akurat. Pelayanan kesehatan yang bervisi maju serta mengedepankan kenyamanan, dilakukan pengembangan “Aplikasi Pelayanan Kesehatan” dengan berbasis pada smart card. Studi yang dilakukan kali ini merupakan upaya untuk mengembangkan pendayagunaan salah satu aplikasi teknologi informasi, khususnya smart card ke dalam sistem pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia. Sistem Aplikasi yang dikembangkan ini diproyeksikan untuk mendayagunakan penggunaan smart card dalam manajemen sumber daya di sebuah unit pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit atau Klinik baik yang berdiri sendiri atau yang berada di dalam suatu institusi, serta untuk memberikan pelayanan yang lebih cepat, tepat dan berfungsi tinggi, yang membuat suasana suatu unit pelayanan kesehatan lebih maju dan terkontrol dalam sistem informasi yang memadai (Sarinanto, dkk, 2002).


Dalam pengelolaan Rumah Sakit misalnya, telah umum digunakan kartu rumah sakit yang lebih merupakan kartu pengenal pasien yang terdiri atas informasi umum yang sangat dasar meliputi identitas pasien yang merupakan media verifikasi terhadap catatan pasien di database suatu rumah sakit. Akan tetapi selama ini yang dapat disimpan di kartu adalah catatan secara manual (tampilan visual pada kartu) atau kode pasien yang biasanya statis, dan hanya berisi informasi singkat. Seiring dengan kemajuan Teknologi informasi, pengelolaan informasi di dalam suatu institusi seperti Rumah Sakit, khususnya dengan skala besar sudah semakin berkembang. Jika jumlah pasien dan transaksi (baik mengenai perawatan kesehatan maupun finansial) semakin membesar maka untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan diperlukan efisiensi dan efektifitas di berbagai sendi. Berkaitan dengan hal ini, jika ada kartu yang dapat langsung mengisikan data / informasi pasien ke komputer dan langsung dapat mengadakan transaksi secara elektronis untuk mengisikan data-data penting maka akan lebih memudahkan pengelola Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan. Disamping itu juga memberi keuntungan bagi pasien rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan dengan data yang berkesinambungan pada rumah sakit yang dirujuk (Sarinanto, dkk, 2002) .

Teknologi Informasi dalam Kesehatan

Peran TIK dalam Dunia Medis

TIK banyak diaplikasikan di bidang medis. Banyak rumah sakit menggunakan sistem informasi untuk menangani transaksi yang berhubungan dengan karyawan, justru medis, dan pasien. Sebagai contoh, sistem informasi digunakan untuk mencatat rekaman medis pasien secara elektronis.

Teknologi informasi juga banyak diterapkan pada berbagai peralatan medis, misalnya pada CT scan (computer tomography).

CT scan adalah alat yang mampu memotret tubuh bagian dalam manusia tanpa perlu melakukan pembedahan. Peralatan ini menggambungkan teknolohi informasi dengan teknologi sinar – X.


Selasa, 17 Desember 2013

Grace W. Susanto, Penemu Terapi Gusi Sekaligus Penggagas Seni

Selasa, 08 Mei 2012

Foto: Rini Sulistyati/Nova
Klinik gigi di Jl. Erlangga Raya, Semarang milik Drg. MI Grace W. Susanto (53) sejak sore hingga malam jarang sepi pasien. Rata-rata pasien  minta diterapi gusi untuk menghilangkan gangguan kesehatan dan yang diderita. Terapi Gusi, adalah temuan Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Undip itu di tahun 1999. Di luar menyehatkan gigi dan gusi pasien, ibu dua putra ini adalah pemerhati seni yang sejak 2012 ini didapuk sebagai Wakil Ketua Dewan Kesenian Jateng.

Apa saja aktivitas Anda? 
Saya sehari-hari adalah dosen di Fakultas Kedokteran Gigi, Undip. Di luar itu, saya buka klinik sejak sore hingga malam di rumah. Saya juga punya day care  atau penitipan anak di sebuah kampung. Nah, setiap pagi saya menengok anak-anak dulu di day care . Siangnya saya ke Merby di kawasan Bangkong.  Dulu, Merby  adalah one stop course . Sekarang, sekolah dan tempat kursus berbagai macam keterampilan. Mulai dari Bahasa Jawa, musik, lukis, tari, dan sebagainya.
Di Merby ini juga ada kantin yang menjual makanan sehat tanpa penyedap dan bahan pengawet. Di lantai atas, saya pakai untuk menjual aneka barang kerajinan mulai dari kain batik, gantungan kunci, tas, dan lainnya. Selain wisatawan lokal, banyak juga wisatawan dari Malaysia belanja ke mari.

Anda juga dikenal sebagai penemu terapi gusi. Apa itu?
Terapi gusi secara tak sengaja saya temukan tahun 1999. Bermula ketika saya melakukan pembersihan karang gigi (calculectomy ) dan pembersihan jaringan gingiva (currettage ) dengan cara menge­luar­kan darah kotornya di pinggir­an gusi. Rata-rata pasien saya me­nga­takan, gangguan kesehatannya membaik setelah itu. Semula saya tidak tahu apa sebabnya. Dari pengamatan klinis saya sejak 2003, rata-rata pasien yang suka makan mi instan, gusinya menjadi cokelat. Itu tanda darahnya keracunan penyedap rasa. Nah, darah di gusi itulah yang saya bersihkan.

Grace dan suami sama-sama mencintai seni. (Foto: Rini/NOVA)
Lalu?
Suami saya, Prof. DR. Dr. J. Handono Susanto, (PAK (K) adalah ahli anatomi tubuh. Dari dia saya  mendapat penjelasan korelasi gigi dan tubuh. Kami banyak berdiskusi, kenapa penyedap rasa bisa membuat gusi berwarna cokelat. Menurut suami sa­ya, penyedap rasa memang bisa menyebabkan kekentalan dalam darah. Begitulah kami diskusi terus dan saling melengkapi. Tahun 2005 saya mulai be­­rani menuangkan pengalaman-pengalaman klinis  yang saya temui pada pasien saya ke dalam tulisan  dan mempublikasikannya.

Berapa lama pelaksanaan terapinya?
Tergantung orangnya dan tergantung sakitnya. Kalau keluhannya mata, punggung, susah tidur, ya, banyak yang harus dibersihkan.

Apa yang harus dilakukan pasien setelah terapi gusi?
Menjaga konsumsi makanan sa­ja. Seusai terapi, saya menyodorkan daftar makanan yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat bagi si pasien sesuai golongan darahnya. Karena, makanan yang masuk ke tubuh kita itu berpengaruh banyak terhadap kesehatan tubuh. Mulut  adalah pintu gerbang semua makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh, bukan? Nah, kalau dia melanggar makanan yang tidak bermanfaat itu, ya, akan kambuh lagi penyakit atau gangguan kesehatannya.
Yang jelas hati-hati, darah bisa keracunan aki­bat bahan kimia semacam penyedap rasa.  Tanda-tandanya gusi menjadi cokelat. Gunakanlah penyedap makanan alami dari rempah-rempah. Gorengan juga tidak bagus. Konsumsi saja bahan pangan segar.

Terapi ini untuk siapa saja?
Untuk semua orang, mu­lai anak-anak hingga nenek-nenek. Mas Didik Nini Thowok saat pinggangnya tidak bisa digerakkan, usai diterapi langsung bisa megal-megol. Anak-anak yang suka muntah tiap kali gosok gigi, juga sembuh setelah diterapi. Yang punya kebiasaan mengorok saat tidur juga sembuh.

Grace dikenal sebagai dokter gigi penemu terapi gusi. (Foto: Rini/NOVA)
Apakah temuan Anda sudah dipatenkan?
Sudah. Sertifikatnya diberikan pada Februari 2012. Saya mematenkan ini juga atas saran beberapa karyawan HAKI yang pernah diterapi dan sembuh. Be­gitu­lah, lancar saja jadinya. Sa­ya juga sudah menulis buku tentang terapi gusi.  Ini buku saya yang kedua. Maret lalu diluncurkan dan dijual secara umum. Saya juga sudah praktikkan terapi ini di Mabes TNI di Jakarta.  Ketika itu ada komandan yang diterapi dan sembuh. Kemudian, dia minta saya mendemokannnya di depan para anggota TNI. 

Oh ya, Anda seorang dokter gigi yang suka seni juga, ya?
Saya lahir dan besar di Jogja. Tahu sendiri, kan, seperti apa Jogja? Sedikit-sedikit ada kesenian. Ketika saya pindah ke Semarang, kegemaran berkesenian masih melekat. Semua mengalir dengan sendirinya. Saya pernah menggagas acara Wayang on The Street . Kala itu saya mengumpulkan 400 anak dengan pakaian wayang. Saya karnavalkan mereka keliling kota bersama Didik Nini Thowok. Selain itu, saya juga terpilih menjadi Wakil Ketua Dewan Kesenian Semarang.
Rini Sulistyati



Minggu, 15 Desember 2013

Kesehatan Masyarakat Undip "Favorit"

SEMARANG, KOMPAS.com -- Pada Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah, menjadi salah satu fakultas terfavorit. Itu terlihat dari tingginya animo calon mahasiswa yang mendaftar untuk kuliah di fakultas tersebut.
Tahun ini ribuan mahasiswa memperebutkan 451 kursi yang disediakan FKM Undip. Bahkan mahasiswa asing pun berminat mendalami ilmu kesehatan masyarakat di FKM.
Para calon mahasiswa tersebut mendaftar dari berbagai jalur pendaftaran di FKM Undip. Peminat tertinggi dari jalur undangan, yang mencapai 2.333 pendaftar, padahal jumlah mahasiswa yang diterima di jalur ini hanya 110 orang. Begitu juga peminat FKM yang mendaftar di jalur SNMPTN Tulis mencapai 2.150, dan yang ikut seleksi melalui jalur Ujian Mandiri dan Program Seleksi Siswa Berpotensi (PSSB) kemitraan sebanyak 1.753 orang.
Dekan FKM Undip, Tinuk Istiarti menyatakan fenomena ini sejalan dengan kebutuhan stakeholder yang membutuhkan lulusan di bidang kesehatan masyarakat, baik di instansi pemerintah maupun industri swasta.
"Angka pendaftar tersebut bisa dikategorikan tinggi, bahkan dari 44 program studi yang ada di Undip, FKM termasuk yang paling diminati," kata Tinuk, Rabu (15/8/2012) di Semarang.
Untuk merespons tingginya jumlah pendaftar di FKM, pada tahun ini FKM Undip meningkatkan kuota jumlah mahasiswa yang diterima, dari tahun sebelumnya hanya 403 tahun ini menjadi 451.
Tinuk menyatakan, pada tahun ini peminat yang tinggi untuk masuk FKM tidak hanya dari pendaftar lokal, tapi ada juga dari mahasiswa asing. Tahun ini ada empat mahasiswa asing yang akan belajar di FKM, yaitu Dingo Anaro (Papua), Loreta Renz (Jerman), serta Alex Christoper Hansell, dan Keyra Eddy (keduanya dari Amerika Serikat yang juga perwakilan Unicef di Indonesia).
"Mahasiswa asing tersebut akan belajar mengenai kesehatan komunitas di daerah tropis serta perilaku kesehatan masyarakat tropis," katanya.
Tingginya peminat yang masuk FKM, menurut Tinuk, memberi keuntungan positif bagi Undip, karena seleksi yang semakin ketat akan menghasilkan mahasiswa yang mempunyai kualitas akademik dan potensi yang baik, sehingga calon sarjana kesehatan masyarakat tersebut terseleksi kualitasnya sejak awal.
Selain berpengaruh terhadap hasil belajar, rata-rata mahasiswa tersebut memerlukan masa studi yang tidak terlalu lama, yaitu antara 3,5 sampai dengan 4 tahun. "Beberapa langsung dipesan oleh industri untuk bekerja sebagai karyawan. Masa tunggu lulusan untuk mendapatkan pekerjaan pun tidak terlalu lama, antara 3 hingga 6 bulan hampir mayoritas lulusan FKM undip sudah mendapat pekerjaan," ungkapnya.